Batik – Dari Sebatas Kain Hingga ke Karnival

posted in: Artikel Batik | 0

Ketika melihat sejarah perkembangan batik yang ada di Indonesia, barangkali kita akan sedikit merenung dan bisa berpikir ulang. Mengapa saat ini batik bisa mengalami transisi dan perubahan. Hal ini bisa kita lihat dan saksikan dalam perayaan Solo Batik Karnival dan Jember Fashion Karnival yang telah menjadi event tahunan yang terus diselenggarakan. Bila dulu kita ingat, batik hanya dianggap sebagai kain bermotif yang diukir dengan rangkaian tulisan sarat makna ini lebih dari itu batik telah mengalami kreasi yang unik dan menarik namun tanpa menghilangkan substansi dan makna dari batik itu sendiri.Dan bila zaman dahulu batik begitu dikeramatkan serta disakralkan lantaran hanya dikenakan oleh para penguasa dan raja, namun tidak halnya untuk saat ini. Batik tidak lagi hanya digunakan oleh kalangan tertentu seperti raja namun berbagai kalangan dapat menggunakan batik dimanapun dan kapanpun. Lantas apa yang terjadi? Apakah ini bentuk kemunduran atau kemajuan? Tentunya kita memiliki pendapat sendiri dalam hal ini.

Barangkali kesakralan yang ada memang memiliki makna yang filosofis dan mendalam. Dengan kesakralan tersebut orang tidak dengan mudahnya menganggap sebelah mata hal-hal yang bersifat sacral. Ia akan sangat dihormati dan dijunjung tinggi. Namun, perubahan sosial dan budaya yang terus terjadi tidak bisa dibendung, oleh karena itu dibutuhkan adanya asimilasi dan akulturasi untuk menyeimbangkan keduanya. Perubahan itu pasti terjadi,hanya saja batik yang semula dianggap sacral memang telah mengalami masa transisi untuk memudahkannya dikenal, dilestarikan dan djunjung tinggi sebagai bagian dari warisan budaya nenek moyang. Bila tidak demikian, ia dapat saja memudar atau bahkan hilang. Malahan bisa jadi ia kembali dapat dicuri orang dengan klaim kepemilikan, bukan?. Namun tak cukup sampai disitu saja, meski batik telah mengalami transisi, kita tidak dapat pula dengan semena-mena menghilangkan substansi dan filosofi makna yang ada dalam batik itu sendiri. Bila demikian, akan keluar jalur dari kesakralan dan makna yang telah ada kendatipun dengan dalih kreatifitas. Boleh saja berkreasi, tapi yang jelas tanpa menghilangkan substansi. Sebagai contoh pada perayaan Solo Batik Karnival dan Jember fashion karnival, kedua acara tersebut telah mengangkat citra batik disatu sisi tanpa menghilangkan makna dan nilai dari motif batik yang telah tercipta. Dengan begitu, batik akan terus dapat lestari, disatu sisi ia akan dapat diterima sebagai kain yang tetap memiliki nilai kesakralan, namun ia dapat menjadi kain dengan motif yang keberadaanya dapat bersifat fleksibel, dapat digunakan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. Jadi, wujud subtsansi sebagai nilai kesakralan mestilah dapat seiring sejalan dengan nilai kreatifitas, dengan begitu, batik akan terus berkembang hingga ke berbagai belahan dunia dan terkenal sebagai warisan budaya milik Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 × 5 =